Sebagai seorang siswa SMA Negeri 1 Atambua, ada hal yang paling saya takutkan. Bukan tentang ketika tidak naik kelas. Tapi, adalah ketika aturan potong rambut dikumandangkan saat apel.
Menurut saya, aturan seperti ini sebaiknya dihilangkan saja. Saya rasa tidak terlalu penting bagi sekolah untuk mencampuri ekspresi diri seorang siswa. Terkadang, saya berpikir bahwa bapak-ibu guru SMA Negeri 1 Atambua masih mengganggap gaya rambut mencerminkan perilaku sesorang. Biasanya sesorang yang rambutnya di berdirikan (jabrig) di anggap sebagai anak nakal. Tapi, menurut saya itu tidak benar! Setiap orang pasti ingin tampil menarik, dan saya juga termasuk. Gaya rambut bukanlah cermin mutlak perilaku seseorang!
Lagipula, jika melihat sekolah lain yang sudah lebih maju, saya yakin aturan potong rambut sudah tidak ada lagi. Anda tahu kenapa? Karena aturan tersebut sudah tidak relevan lagi! Seperti UUD, yang sudah berkali-kali di ubah karena sudah tidak sesuai dengan perkembangan jaman. Jadi masihkah sekolah akan tetap mempertahankan aturan ini?
Selain itu, terkadang akibat dari aturan ini, justru siswa cenderung akan semakin melawan. Kenapa hal ini bisa terjadi? Karena ketika rambut seorang siswa dipotong, tentu ia akan merasa jengkel ataupun marah. Nah, dari rasa marah dan jengkel itu kemudian bisa berubah menjadi sikap tidak hormat guru. Contohnya, ketika seorang guru/satpam bertemu dengan siswa yang pernah ia potong rambutnya. Saya yakin, siswa tersebut tidak akan memberi salam atau acuh karena dalam hatinya ada kesan yang tidak baik dari guru/satpam itu. Apa bapak guru/satpam ingin diperlakukan seperti ini?
Kesimpulannya, saya harap aturan ini sebaiknya dihilangkan saja karena sudah tidak relevan lagi. Saya juga yakin banyak siswa lain yang sependapat dengan saya, karena merasakan bagaimana tidak menyenangkannya bila rambut dipotong.